بسم الله الرحمن الرحيم
Ada pelajaran yang sangat bagus yang
patut kita renungkan bersama, di dalam Al-Qur’an terdapat gambaran
tentang dua sifat yang saling berlawanan antara orang-orang yang
bersyukur dan orang-orang yang kufur akan nikmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
وليحذر كُلَّ الحذر من طغيان “أنا”، و”لى”، و”عندى”، فإن هذه الألفاظَ الثلاثةَ ابتُلى بها إبليسُ، وفرعون، وقارون
“Berhati-hatilah dengan berlebihan dalam perkataan, “Aku”, “Milikku”, “Aku Punya”. Sungguh, telah diuji Iblis, Fir’aun, dan Qarun dengan kata ini.”[1]
Apa maksud dari perkataan beliau ini? Padahal sih
kelihatan sepele, tapi sebenarnya Iblis, Fir’aun, dan Qarun telah diuji
dengan tiga kata ini dan mereka semua gagal. Ujian seperti apa? Dan
konsekuensi apa ketika mereka gagal? Mari kita simak bersama-sama.
Pertama, kita
akan berbicara mengenai Iblis terlebih dahulu. Siapakah Iblis? Jangan
salah sangka kalau iblis itu sedari awal sudah menjadi makhluk
pembangkang. Bahkan sebenarnya dulu dia ini ahli ibadah, bayangkan… (gak
perlu dibayangkan sih, cukup dengan difahami) beratus-ratus tahun
beribadah bersama para malaikat. Terus kenapa bisa jadi makhluk paling
pembangkang dan kafir? Karena dia diuji dengan kata “Aku”. Iblis dengan lancang berkata kepada Allah ketika diperintahkan untuk bersujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam,
أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
“Aku lebih baik dari dia, Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’raf: 12)
Hingga akhirnya Allah mengusirnya dari surga,
فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ
“Turunlah kamu dari surga itu. Tidak
sepatutnya kamu menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya
kamu termasuk orang-orang yang hina.” (QS. Al-A’raf: 13)
Sekarang sudah tahu? Iya, Iblis merasa
sombong dan lebih baik dari Adam. Kemudian muncullah sifat hasad pada
dirinya sehingga dia berusaha menjerumuskan Adam dan Hawa yang berujung
dengan dikeluarkannya Adam dan Hawa ‘alaihimassalam dari surga. Untuk
iblis, selain dikeluarkan dari surga dia juga diadzab oleh Allah dengan
dijerumuskan ke dalam api neraka selama-lamanya kelak di hari akhir.
Sungguh sangat mengerikan akibat dari
sombong ini, dia dulunya makhluk yang banyak beribadah akhirnya berubah
menjadi makhluk paling kafir dan berujung dengan siksaan neraka
jahannam, wal iyadzu billah.
Kedua, tentang Fir’aun. Manusia
angkuh lagi melampaui batas. Padahal telah dikaruniakan kepadanya
kekuasaan dan dibentangkan baginya wilayah yang luas. Dikaruniakan
kepadanya berupa perhiasan dan harta benda serta kehidupan dunia. Hingga
menyebabkan dia lalai, menganggap semua itu adalah miliknya. Fir’aun
berkata kepada kaumnya,
يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَـٰذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِن تَحْتِي
“Wahai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini milikku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku?” (QS. Az-Zukhruf: 51)
Fir’aun dengan angkuh dan kesombongannya
ini, semakin menjadi-jadi. Puncak kesombongannya adalah menganggap
dirinya adalah Rabb yang memiliki segala sesuatu!
فَحَشَرَ فَنَادَىٰ فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ
“Maka dia (Fir’aun) mengumpulkan
(pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya (seraya) berkata,
‘Akulah rabbmu yang paling tinggi!’” (QS. An-Nazi’at: 23-24)
Akhirnya Allah murka kepadanya,
فَأَخَذَهُ اللَّـهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَىٰ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّمَن يَخْشَىٰ
“Maka Allah mengadzabnya dengan adzab di
akhirat dan adzab di dunia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya).” (QS. An-Nazi’at: 25-26)
Kemudian yang ketiga, Qarun. Seseorang dari bani Isra’il yang Allah lebihkan dari sebagian yang lain berupa perbendaharaan yang amat banyak.
وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ
“Dan Kami telah anugrahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat.” (QS. Al-Qashash: 76)
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي
Qarun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang aku punya.” (QS. Al-Qashash: 78)
Qarun merasa sombong dengan dengan apa
yang telah dia capai, menganggap itu semua semata-mata karena ilmu yang
ada pada dirinya. Dia menganggap bahwa harta dan benda yang dia miliki
merupakan hasil dari keseriusan dan kecerdasannya semata. Merasa tidak
ada seorang pun yang ikut campur di dalamnya. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan kufur terhadap nikmat yang Allah karuniakan kepadanya.
Hingga Allah murka kepadanya,
فَخَسَفْنَا
بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ
مِن دُونِ اللَّـهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنتَصِرِينَ
“Maka Kami benamkanlah Qarun beserta
rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang
menolongnya terhadap adzab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang
(yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al-Qashash: 81)
Lihat bagaimana Iblis, Fir’aun dan Qarun mengatakan satu kata yang sama: “Ini Aku”, dan kita tahu bagaimana akhir kehidupan mereka. Tragis..
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh
banyak ahlul ilmi, orang yang mendalam ilmunya. Bahwa ujian merupa
kepedihan hidup banyak orang yang bisa lulus dengan kesabaran. Akan
tetapi ketika dihadapkan dengan kenikmatan justru banyak yang
tergelincir, kufur nikmat, sombong, lagi lalai.
فَإِذَا
مَسَّ الْإِنسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً
مِّنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ ۚ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ
وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia
menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami
ia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (QS. Az-Zumar: 49)
Jangan kita sangka ujian di dalam hidup
itu hanya berupa kepedihan saja, kenikmatan itu juga sebagai bentuk
ujian, justru lebih berat..
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah -seorang tabi’in-, beliau berkata,
كان يقال : ليس بفقيه من لم يعد البلاء نعمة والرخاء مصيبة
“Dahulu dikatakan: bukanlah seorang faqih
(yang memahami agama secara mendalam) yang tidak menganggap ujian
berupa musibah sebagai nikmat dan ujian berupa kesenangan sebagai
musibah.”[2]
Sekarang memasuki pembahasan terakhir,
kebalikan dari mereka bertiga. Inilah manusia-manusia yang memiliki
kemuliaan, orang-orang yang jujur dengan keimanannya, kita akan
menemukan jalan cerita yang happy ending. Bukan
dongeng tapi kisah nyata yang benar-benar memiliki kadar ibrah yang luar
biasa. Semoga kita termasuk orang-orang yang mengikuti jalannya.
Pertama, Nabiyullah Yusuf
‘alaihissalam. Bisa kita baca kisahnya dengan jelas pada Surat Yusuf,
surat ke-12. Tidak perlu banyak tafsir untuk memahaminya karena surat
ini mudah untuk dipahami. Bagaimana perseteruannya dengan
saudara-saudara kandungnya sendiri, dibuang hingga menjadi budak. Fitnah
dari istri Al-Aziz, hingga akhir yang bahagia, happy ending.
Allah berikan kemuliaan, kedudukan agung di sisi manusia dan kembali
bertemu ayahanda dan saudara-saudaranya seraya bersyukur kepada Allah,
أَنَا
يُوسُفُ وَهَـٰذَا أَخِي ۖ قَدْ مَنَّ اللَّـهُ عَلَيْنَا ۖ إِنَّهُ مَن
يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّـهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.”
Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya
Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf: 90)
Kedua, Dzulqarnain ‘alaihissalam yang Allah berikan kepadanya kekuasaan timur sampai barat, seorang pemimpin yang ‘alim lagi adil.
وَيَسْأَلُونَكَ
عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْرًا
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِن كُلِّ شَيْءٍ
سَبَبًا فَأَتْبَعَ سَبَبًا
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang Dzulqarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita
tantangnya.’ Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di
(muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai)
segala sesuatu, maka diapun menempuh suatu jalan.” (QS. Al-Kahfi: 83-85)
Hingga suatu ketika beliau menjumpai suatu kaum dan meminta beliau membangun dinding dari serangan Ya’juj dan Ma’juj,
قَالَ هَـٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
“Dzulqarnain berkata, ‘Ini (dinding) adalah karunia dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar.” (QS. Al-Kahfi: 98)
Dan yang terakhir, ketiga,
Nabiyullah Sulaiman ‘alaihissalam. Nabi Daud ‘alaihissalam mewarisikan
kepadanya kerajaan yang tiada tandingan. Ketika beliau memerintahkan
pasukannya untuk memindahkan singgasana ratu Bilqis,
قَالَ
الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن
يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ
قَالَ هَـٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ
أَكْفُرُ
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu
dari Al-Kitab, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip.’ Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata, ‘Ini termasuk kurnia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (QS. An-Naml: 40)
Yusuf, Dzulqarnain, dan Sulaiman, para penguasa yang shalih, semuanya pun punya satu kata: “Ini Karunia Rabbku“
Maka, manakah yang akan dipilih? Menjadi
senasib dengan Iblis, Fir’aun, dan Qarun, dengan menyombongkan diri
kita. Atau mengikuti jejak langkah Yusuf, Dzulqarnain, dan Sulaiman
dengan bersykur dan merendah kepada Rabb kita?
فَاعْتَبِرُوا يَٰأُوْلِى البْصَٰرِ
“Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyr: 2)
Dan sebagai tambahan, hendaklah setiap
diri kita menyadari, tidaklah sepantasnya untuk bersikap sombong dan
angkuh. Bukan hanya masalah keduniaan saja. Tetapi masalah amal ibadah,
merasa lebih senior dan lebih lama mengikuti kajian Islam misalnya.
Telah banyak mengikuti kegiatan sosial ini itu, acara ini dan itu lantas
merasa lebih dibandingkan yang lain. Tidak seperti itu saudaraku,
sebagai muslim yang benar imannya hendaknya dia tawadhu’ dan berusaha
ikhlas karena Allah Ta’ala.
Allah sama sekali tidak menilai
banyak-sedikit amaliah seseorang akan tetapi Allah melihat kadar ibadah
seorang hamba itu sendiri, siapa yang beramal dengan paling baik. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
تَبَارَكَ
الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الَّذِي
خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah
segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 1-2)
Allah mengatakan “ahsanu ‘amala” (lebih
baik amalnya) bukan “aktsaru ‘amala” (lebih banyak amalnya). Dan amal
yang baik adalah amal yang ikhlas mengharap ridha Allah semata dan
sesuai dengan petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Walaupun telah banyak amalnya tapi tidak memiliki kadar keikhlasan, maka
sia-sia, sia-sia..
Sungguh amalan yang kecil dan remeh namun
ikhlas bisa berbuah pahala dan ampunan yang sangat besar, meskipun
hanya membuang duri dari jalan, membuang duri dari jalan..
عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: بينما رجل يمشي بطريق، وجد غصن شوك فأخذه، فشكر الله فغفر له
Abu Hurairah berkata: Bahwasanya
Rasulullah bersabda, “Ada seseorang yang ketika berjalan di sebuah jalan
dia menemukan potongan duri, lalu diambilnya potongan duri tersebut dan
disingkirkan dari jalan. Maka Allah bersyukur atas apa yang perbuatnya
tersebut lalu Allah mengampuninya.[3]
Maka janganlah kita meremehkan orang lain
dan merasa sombong atas apa yang telah kita raih baik berupa harta
maupun amal ibadah. Wallahu Ta’ala a’lam.
No comments:
Post a Comment